Pasar Genteng Lesu, Bupati Majalengka Keluarkan Kebijakan Bangun Gedung Gunakan Produk Jatiwangi

Majalengka, Jawa Barat – Industri genteng lokal di Jatiwangi, Majalengka, tengah menghadapi tekanan besar akibat menurunnya permintaan pasar. Menghadapi kondisi ini, Bupati Majalengka, Eman Suherman, mengambil langkah strategis untuk menghidupkan kembali industri genteng tradisional melalui kebijakan wajib penggunaan genteng lokal untuk proyek pembangunan gedung yang didanai APBN dan APBD. Kebijakan ini diharapkan menjadi angin segar bagi para pelaku industri genteng di Majalengka, terutama di wilayah Jatiwangi yang dikenal sebagai pusat produksi genteng tanah liat.


Kebijakan Penggunaan Genteng Lokal dalam Proyek Pemerintah

Bupati Eman Suherman menegaskan bahwa setiap pembangunan gedung pemerintahan seperti sekolah, kantor, dan fasilitas publik lainnya wajib menggunakan genteng produksi lokal Majalengka. Kebijakan ini segera dituangkan dalam surat edaran resmi, agar seluruh pihak terkait dapat menerapkannya secara konsisten.

“Melalui kebijakan ini, diharapkan akan mampu mengangkat kembali pasar genteng dan mempekerjakan lebih banyak masyarakat yang sebelumnya bekerja sebagai buruh jebor (tungku pembakaran genteng),” ujar Bupati Eman.


Dampak Modernisasi Terhadap Industri Genteng Tradisional

Permintaan terhadap genteng tradisional menurun drastis seiring meningkatnya popularitas genteng beton dan atap logam seperti aluminium dan baja ringan. Akibatnya, banyak pabrik genteng di Majalengka hanya mampu bertahan, dengan kapasitas produksi dan jumlah pekerja yang sangat terbatas.

“Jika dulu mesin pres kami beroperasi penuh, sekarang dari delapan mesin, yang aktif kurang dari empat. Pekerja pun hanya masuk 3–4 hari seminggu,” ungkap Hedy Herdiana, seorang pengusaha genteng.


Respon Positif dari Para Pelaku Industri Genteng

Kebijakan Bupati ini disambut positif oleh para pemilik pabrik. Ade Deni, pemilik pabrik genteng di Jatiwangi, mengaku senang jika kebijakan tersebut benar-benar dijalankan.

“Pabrik genteng bisa bangkit kembali. Setidaknya ada pasar yang jelas untuk produksi kami,” ucapnya.

Hedy menambahkan bahwa banyak pabrik bertahan lebih karena nilai budaya dan tradisi ketimbang keuntungan ekonomi semata. “Kami ini hidup dari genteng, jadi meski berat, tetap dijalankan.”


Data Produksi Genteng Jatiwangi Menurun Drastis

Menurut pegiat genteng lokal, Illa Syukrillah Syarief, kapasitas produksi genteng Majalengka mengalami penurunan signifikan. Jika pada tahun 2005 mampu memproduksi hingga 4 juta keping genteng per hari dengan 230 pabrik, kini hanya sekitar 500.000 keping dengan 170 pabrik aktif—dan tidak semua beroperasi setiap hari.

“Produksi kini hanya 3 sampai 4 hari seminggu, dan banyak pabrik mengurangi penggunaan mesin karena permintaan yang rendah,” jelas Illa.


Lesunya Pasar Berdampak pada Harga dan Keuntungan

Penurunan permintaan membuat banyak pengusaha genteng terpaksa menurunkan harga jual hingga mendekati titik impas. Genteng morando atau glasir, yang idealnya dijual seharga Rp3.500–Rp3.800 per buah, kini dijual di kisaran Rp3.000–Rp3.100.

“Daripada genteng menumpuk tidak terjual, lebih baik dijual murah,” ujar Illa.


Upaya Promosi dan Pelestarian Tradisi

Para pelaku industri genteng tidak tinggal diam. Berbagai upaya promosi terus dilakukan, seperti:

  • Binadara jebor (pameran tungku)

  • Rampak kenteng (atraksi seni)

  • Mengundang arsitek untuk mengunjungi Jatiwangi

  • Edukasi tentang genteng tanah liat

Namun, menurut Illa, masih banyak pengusaha yang kurang memiliki jiwa entrepreneur, berbeda dengan generasi sebelumnya. Jika dahulu pabrik mempromosikan produknya secara aktif, kini promosi minim dan area produksi menyusut.


Potensi Kebangkitan Industri Genteng

Meskipun kondisi saat ini masih berat, kebijakan Bupati Majalengka membuka harapan baru. Dengan dukungan pasar dari proyek-proyek pemerintah, para pengusaha genteng bisa kembali bangkit. Terlebih, sumber daya seperti tanah liat, tenaga kerja, dan bahan bakar masih tersedia.

“Kami masih punya bahan baku, kayu bakar dari penggergajian, dan tenaga kerja yang melimpah di luar musim tanam. Semoga masa kejayaan genteng bisa terulang kembali,” pungkas Illa.


Kebijakan penggunaan genteng lokal dalam pembangunan gedung oleh Bupati Majalengka menjadi langkah konkret dalam menyelamatkan industri genteng Jatiwangi. Dengan semangat gotong royong dan keberpihakan terhadap produk lokal, diharapkan pabrik-pabrik genteng bisa kembali hidup, memperkuat ekonomi daerah, dan melestarikan warisan budaya yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat Majalengka.

Sumber: kabarcirebon.pikiran-rakyat.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *